Thursday, November 26, 2015

Cerpen tentang Guru

SIAPA “AKU”
Penggemar karya sastra tentu telah menemukan beberapa definisi menakjubkan sebuah kehidupan, Sebagian dari seniman penuh kata telah merangkainya menjadi untaian kalimat penuh makna yang dapat menyentuh siapa saja yang membacanya. aku disini tak berniat mendefinisikan arti kehidupan. Seperti, apa itu hidup? Dan setumpuk masalah didalamnya. Aku disini untuk memberitahu apa yang kau tak tahu dan tak mau tahu.

Aku hanyalah hamba pendusta yang selalu bertanya akan selimut surga.  Aku hanyalah seorang hamba yang selalu memimpikan lapangnya pahala. Berbagai dermaga mimpi telah kubangun, berbagai jejak mimpi anak manusia telah kupaksa berlabuh, Mengarungi lautan lepas yang membawa mereka semakin jauh dari dekapku. Sungguh aku tak ingin melepas buai mimpi mereka sebelum berubah menjadi sebuah realita Jika saja tak ada batas waktu diantara kami, Jika saja.

Aku ialah orang yang menyayangimu dibawah ayah dan Ibumu. Jiwaku telah terbagi menjadi puluhan bahkan ratusan raga yang siap mengantarmu ke depan pintu gerbang Masa depan cerahmu. Ketika kau seusia balita, itulah saat pertama ku ajarkan padamu apa yang kau tak tahu. Itulah saat pertama ku perkenalkan kau pada 26 jajaran alfabet. Itulah  saat pertama ku ajarkan padamu bagaimana cara berhitung dan membaca. Ketika kau mencium tanganku dan kembali pada dekap ayah dan ibumu, Perasaan lega dan bangga terus mengendap dalam segenap hatiku. Aku bahagia atas keberhasilanku memberimu ilmu yang ku yakin pasti akan berguna dalam kehidupanmu kelak.

Ketika kau berusia belasan, saat itulah kau habiskan hampir sebagian besar waktumu bersamaku.  Aku begitu menyayangimu melebihi apa yang kau pahami tentang kasih sayangku padamu. Terkadang aku ialah gelap yang kau hindari dan di lain waktu terang yang kau cari-cari. Aku selalu memberikan kebebasan bagimu untuk menentukan siapa aku, Aku ialah sahabat yang kau cintai dan musuh yang kau benci.

Ketika aku harus menyelamatkanmu dari perbuatan curang, Kau panggil aku ‘malaikat pencabut nyawa’ dan setumpuk sebutan naas lainnya.  Aku tidak akan menyalahkanmu atas semua hinaan dan makianmu untukku. Tidak pernah. Nak, aku memahami keterbatasan pengetahuanmu tentang dunia luar yang belum kau tahu. Dunia yang cepat atau lambat akan kau hadapi. Dunia yang tak bisa kau awali dengan sebuah kecurangan. Maka dari itu, Aku harus menyelamatkanmu. Sekali lagi, Tugasku ialah mengantarmu ke depan gerbang kesuksesan yang tak bisa kau mulai dengan berbuat curang.

Ketika aku memberimu Tugas yang harus kau selesaikan tepat waktu, Lagi-lagi kau menutup mata batinmu dengan ketidakikhlasan. Tak apa nak, aku mengerti. Aku mengerti bahwa kegelapan pikiranmu akan kerasnya kehidupan di masa yang akan datang  masih menjadi belenggu.  Aku tahu kau begitu lelah hingga hampir tak mampu menyelesaikan semua tugas yang ku berikan. Sesungguhnya, aku hanya ingin memberimu bekal kehidupan jika kelak kau tak lagi berada di dekapku. Aku ingin mengenalkanmu pada tangga-tangga menuju puncak mimpimu. Tangga-tangga yang hanya bisa kau tempuh dengan kedisiplinan dan tanggung jawab. Tangga-tangga yang hanya mampu kau lalui dengan ketabahan dan keikhlasan. Sungguh betapa bahagianya aku jika suatu saat, aku dapat melihatmu berdiri diatas puncak impianmu yang telah kau bangun bersamaku. Meski ku hanya bisa menatapmu dari kejauhan.

Ketika batas waktu diantara kita telah tiba, itulah saat aku benar-benar cemas. Aku begitu takut kau akan percaya pada keputusasaan. Aku begitu takut kau akan mengalah pada kegagalan. Meski begitu, aku memenuhi segala celah pikiranku bahwa kau tak akan gagal. Aku percaya bahwa kau akan berpegang pada sekelumit bekal yang telah ku berikan kepadamu untuk terus berjuang mewujudkan segala impianmu. Aku percaya bahwa kelak kau akan kembali datang menyapaku dengan aura kesuksesan yang terpancar cerah dalam tubuhmu.

Ketika kau telah berhasil berada diatas puncak impianmu, saat itulah aku berharap kau datang  untuk sekedar menyapaku, sebagai isyarat kau masih mengigatku. Aku sama sekali tak beralih dari tempatku berpijak sebelumnya. Saat itulah, aku merupakan sebagian yang Kau kenang dan kau lupakan. Saat itulah, Aku berada dalam ruang kesadaran akan usiaku yang semakin tua, akan tugasku yang segera atau telah berakhir, akan keberhasilanku menuai jasa meski hanya terlihat bagai masa lampau yang samar dibenakmu. Meski begitu, aku tetap bangga. Aku bangga menyaksikan sebongkah perjuanganku di masa lalu telah mencapai titik keberhasilan. Aku bangga. Aku bangga Padamu, Muridku. 

No comments:

Post a Comment