Tuesday, December 20, 2016

IDE HADIAH UNTUK HARI IBU

Seuntai tulisan untuk ibu

24 Mei 1999
Hari itu, Aku begitu sengsara dan bahagia. Hari itu, hari dimana rasa sakit berada pada puncaknya. Hari itu, tepat dimana 2 detak jantung dipertaruhkan. Hari itu aku berjuang, Aku berjuang untuk melahirkan sebuah nyawa yang telah siap menghadap fana. Tepat pukul 07.00, apa yang ku nanti telah hadir, sebuah tangisan pertanda kehidupan baru dimulai. Saat itu, batinku terhadap Tuhan berkata “Aku siap menjadikan titipanmu sosok yang berguna di masa depan”.  Belum genap rasa sakitku hilang, telah ku putuskan “Ertia” sebagai sebutan yang akan mengantarnya dalam menjalani kehidupan kelak.

Beberapa tahun bergulir, Rambutnya mulai tumbuh panjang hingga membangkitkan semangatku  untuk menatanya, menghiasnya. Senyumnya begitu lepas ketika ku cium kedua pipi dan keningnya. Putri kecilku, inilah saat dimana aku sama sekali  tak ingin melepasnya. Saat itu, aku menginginkannya untuk selalu berada di dekapku, di dalam perlindunganku, Hingga tak ada seorang pun yang dapat menyakitinya. Dan saat itu pula, aku sadar ia perlahan telah tumbuh dan tak lama lagi, akan beranjak pergi.

Waktu terus berjalan, setiap hari ia harus meninggalkanku pagi-pagi buta. Tak ada lagi cium pipi ataupun kening. Yang tersisa hanyalah cium tangan dan salam singkat hingga kemudian ia berlari menghampiri sekumpulan anak manusia yang terlihat dekat dan jauh lebih mengerti akan perasaannya. Saat itu, saat dimana aku berusaha meyakinkannya bahwa aku bisa mengerti, bahwa aku bisa menerima dunianya yang baru. Saat itu akupun berkata padanya “Memang sudah waktunya, nak. Tak apa, Asal kau tetap menjaga diri dan selalu ingat Allah”

Suatu waktu, ia pulang bersama teman lelakinya. Sorot matanya tampak berbeda dari biasanya. Saat itu, aku tahu bahwa ia akan berjalan semakin jauh. Saat itu, aku teringat kembali akan sosoknya yang masih erat memelukku ketika bertemu dengan badut jalanan, akan sosoknya yang menangis ketika aku tak berada didekatnya, akan ia yang bertanya warna apa itu, angka berapa itu, dan hewan apa itu. Dari balik pintu ku melihatnya, tawanya begitu lepas. Putri kecilku, Ia begitu menikmati dunianya bersama lelaki yang ia cintai. Saat itu aku berdoa “YaAllah kekalkanlah kebahagiaan putriku, meski kebahagiaanya bukan lagi karena aku, jauhkanlah ia dari orang-orang yang ingin menyakiti hatinya”. Meski aku mengerti lambat laun ia akan merasakan sakit hati, dan kemudian sadar ia telah jatuh cinta kepada orang yang salah.Keputusanku tetap membiarkannya bahagia, meski aku tahu kebahagiaan itu hanya sesaat

Tiba saat yang kutakutkan,ia tidur dengan ber-urai air mata,kebahagiaannya telah pergi,ia membenci orang yang semula ia cintai,tepat dugaanku kini ia merasakan sakit hati,Saat itu aku marah,sedih,ingin rasanya aku membalas sakit hati putriku,namun kekecewaanku hanya tertuang dalam diam dan doa.Aku hanya bisa menghiburnya,memberi semangat agar ia menemukan kehidupan yang baru.


Putriku semakin dewasa, inilah babak terakhir bagiku untuk membahagiakannya, ia sibuk menata masa depan,kerap pulang saat langit sudah gelap,sulit baginya menyempatkan waktu untuk sekedar makan di rumah,hanya rasa prihatin yang menemaniku menyaksikan makanan yang telah ku buat untuknya terabaikan begitu saja. Tak ada lagi waktu luang di awal minggu, Ia menjadi begitu sibuk, dunianya kini ialah kerja keras untuk meraih impiannya. Saat ini, aku mulai mengerti bahwa ia mulai memikirkanku, ia mengerti bahwa kesuksesannya ialah kesuksesan terbesar dalam hidupku, keberhasilannya kelak merupakan wujud dari keberhasilanku menjaga amanah Tuhan. Saat ini, aku meridhoi semua kerja kerasnya demi menggapai impiannya, tak banyak yang dapat ku lakukan melainkan menyebut namanya di dalam setiap doaku, Aku menginginkannya Sukses, aku menginginkannya menjadi manusia yang berguna, aku menginginkannya menangis dalam keberhasilan yang telah dicapainya ketika nyawa ini telah terpisah dari raga kelak. 

No comments:

Post a Comment